Polusi Cahaya

Langit Malam Sebagai Warisan Leluhur

Selama ribuan tahun manusia dibuat kagum pada tontonan menakjubkan dari langit berbintang, bentangan pita cahaya Bima Sakti, planet-planet yang berbaris, meteor yang melaju cepat dan tabir cahaya aurora. Pertunjukan alam yang megah dan gratis ini telah meresap ke dalam budaya, mengilhami pencapaian artistik dan upaya ilmiah umat manusia di sepanjang peradaban.

Nenek moyang kita memanfaatkan kenampakan objek langit untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Hasil pengamatan posisi dan pergerakan benda langit yang tetap untuk dalam jangka waktu yang lama dijadikan sebagai indikator dalam menyusun sebuah tatanan sosial dan keagamaan. Posisi bintang-bintang digunakan untuk navigasi, penentu waktu dan pertanda musim untuk keperluan pertanian dan cocok tanam. Keteraturan gerak dari Bulan terhadap Bumi dan Matahari dijadikan acuan dalam penetapan waktu-waktu ibadah dan ritual keagamaan.

Langit malam adalah warisan bersama dan universal bagi kita. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari lingkungan yang sayangnya dengan cepat hilang dan tidak diketahui oleh generasi terbaru. Kini 1 dari 3 orang di Bumi tidak pernah melihat bentangan Bima Sakti (Falchi, 2016). Banyak faktor yang memengaruhi namun hal yang paling menonjol adalah terus meningkatnya polusi cahaya terutama di daerah perkotaan.

Polusi cahaya adalah salah satu bentuk perubahan lingkungan yang paling cepat dan luas. Di sebagian besar negara maju, keberadaan lampu buatan di mana-mana menciptakan kabut bercahaya yang membanjiri langit malam sehingga menenggelamkan percikan cahaya alami dari bintang dan objek langit lainnya. Polusi cahaya telah membuat elemen penting dari peradaban dan budaya kita dengan cepat hilang, menjadikan langit malam berbintang menjadi aset yang sangat langka, bahkan mahal untuk dapat diakses.

Polusi cahaya tidak hanya merampok kesempatan manusia untuk merenungkan langit malam. Penggunaan cahaya buatan berlebih dan tidak tepat dapat membingungkan satwa liar seperti serangga, burung dan penyu, seringkali dengan konsekuensi fatal.

Atas dasar pemikiran betapa pentingnya peranan langit malam yang tetap gelap, diadopsi sebuah Deklarasi Pertahanan Langit Malam dan Hak atas Cahaya Bintang pada tahun 2007. Deklarasi ini secara spesifik menyatakan bahwa “Langit malam yang tidak terpolusi yang memungkinkan kenikmatan dan kontemplasi cakrawala harus dianggap sebagai hak [manusia yang tidak dapat dicabut] yang setara dengan semua hak sosial-budaya dan lingkungan lainnya”.

Deklarasi tersebut dinyatakan pada acara “Starlight Conference” yang diselenggarakan di La Palma pada tahun 2007. Agenda terkait pelestarian langit malam gelap digalakan oleh UNESCO, International Astronomical Union (IAU), UN-World Tourism Organisation (UNWTO) dan Instituto de Astrofísica de Canarias (IAC), dengan dukungan dari beberapa program internasional dan konvensi seperti World Heritage Convention (WHC), Convention on Biological Diversity (CBD), Ramsar Convention on Wetlands, Convention on Migratory Species (CMS), Man and the Biosphere (MaB) Programme, dan European Landscape Convention.

Image before
Tanpa Polusi Cahaya
Image after
Dengan Polusi Cahaya
Gambar 1. Perbedaan kenampakan langit malam dilihat dari area pinggir kota tanpa polusi cahaya dan dari daerah perkotaan. Gambar diabadikan oleh Jeremy Stanley pada tahun 2007 dari Utah, Amerika Serikat. Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/db/Light_pollution_country_versus_city.png

Langit Malam dan Astronomi

Astronomi adalah ilmu tertua yang berusia setua peradaban manusia itu sendiri. Ia muncul disaat manusia mulai melihat ke langit, bertanya-tanya, dan berusaha mencari jawaban tentang apa yang mereka lihat. Astronomi mengandalkan sinyal elektromagnetik yang dipancarkan objek di alam semesta untuk dapat dideteksi oleh instrumen astronomi. Seringkali sinyal yang diinginkan merupakan sinyal yang sangat lemah dan redup sehingga astronom sebisa mungkin mengisolasi sinyal tersebut dari gangguan sinyal lain.

Kumpulan cahaya dari penerangan di permukaan Bumi yang mengarah ke langit akan berkumpul dan menciptakan terang yang dapat mengurangi kontras antara langit gelap dan sumber cahaya langit; ini yang membuat astronom lebih sulit untuk melihat bintang-bintang yang redup. Pendaran pencahayaan yang menghasilkan “sky glow” ini dapat ikut terdeteksi oleh instrumen astronomi sehingga menggangu kualitas data yang dikumpulkan.

Aspek ilmiah dari malam berbintang adalah bagian penting dari warisan langit. Kemampuan situs astronomi dan observatorium-landas-bumi (ground-based-observatory) untuk mendeteksi dan menafsirkan data dari luar dunia yang kita tinggali harus dianggap sebagai sumber daya yang bernilai luar biasa bagi kemajuan pengetahuan, seperti yang telah terjadi sepanjang sejarah. Langit gelap masih menjadi jendela bagi pengetahuan kita tentang alam semesta yang lebih besar.

Gambar 2. Sebaran pemukiman penduduk di arah selatan Observatorium Bosscha. Sumber: Pikiran Rakyat, 2017.
Gambar 2. Sebaran pemukiman penduduk di arah selatan Observatorium Bosscha. Sumber: Pikiran Rakyat, 2017.
Gambar 3. Pencahayaan dari kawasan penduduk dilihat dari Observatorium Bosscha. Sumber: Ferry Latief, 2018.
Gambar 3. Pencahayaan dari kawasan penduduk dilihat dari Observatorium Bosscha. Sumber: Ferry Latief, 2018.

Perkembangan populasi dan hunian yang semakin dekat ke observatorium (Gambar 2) dapat menimbulkan permasalahan polusi cahaya bila penggunaan pencahayaan tidak diperhatikan dengan serius (Gambar 3). Para astronom di Observatorium Bosscha sudah kesulitan mengamati objek langit dengan ketinggian kurang dari 30 derajat dan pita cahaya Bima Sakti sudah sulit diamati dengan menggunakan mata (Herdiwidjaya, 2019).

Apa Itu Polusi Cahaya?

Polusi cahaya dapat diartikan sebagai cahaya buatan yang berlebih yang tidak diinginkan. Polusi cahaya terutama disebabkan oleh sistem pencahayaan yang salah arah, berlebihan, tidak efisien atau tidak perlu. Kebanyakan polusi cahaya ditemukan di daerah perkotaan dimana banyak terdapat sumber cahaya buatan. Di daerah-daerah ini, sumber cahaya mungkin sebagian diarahkan ke langit, atau cahaya yang diarahkan ke bawah namun akan dipantulkan ke atas. Cahaya yang mengarah ke atas kemudian disebarkan oleh lapisan-lapisan di atmosfer dan menghasilkan pendaran cahaya yang mengurangi kegelapan langit malam.

Komponen polusi cahaya meliputi:

skyglow
Skyglow

Skyglow merupakan pendaran langit malam di atas area yang dihuni. Skyglow (pendar langit malam) ini berasal dari cahaya buatan berlebih yang terpancar ke atas atau yang terpantul ke atas (pendaran sekunder) kemudian dihamburkan oleh aerosol seperti awan dan bulir air atau partikel kecil seperti polutan di atmosfer.

Tingkatan skyglow sangat bervariasi tergantung pada kondisi cuaca saat itu, jumlah debu dan gas di atmosfer, jumlah cahaya yang diarahkan ke langit, dan arah dari mana sinar itu dilihat. Dalam kondisi cuaca yang buruk, lebih banyak partikel hadir di atmosfer untuk menyebarkan cahaya yang terikat ke atas, sehingga skyglow menjadi efek yang sangat terlihat sebagai cahaya dan energi yang terbuang. Skyglow merupakan bentuk polusi cahaya yang paling umum terjadi.

glare
Glare

Glare atau silau adalah sensasi visual yang dialami seseorang ketika cahaya menyimpang, cahaya di bidang visual, lebih besar dari cahaya yang dapat diadaptasi oleh mata. Efek glare akan bergantung kepada intensitasnya, ia dapat mengurangi kontras, persepsi warna, dan kinerja visual. Hal yang paling umum terjadi akibat glare adalah rasa ketidaknyamanan hingga menyebabkan gangguan atau iritasi namun menurunkan kinerja visual.

Clutter
Clutter

Clutter adalah pengelompokan sumber cahaya yang terang, membingungkan dan berlebihan.

Light Tresspass
Light Tresspass

Light trespass atau cahaya luber disebabkan oleh cahaya jatuh di tempat yang tidak dimaksudkan atau dibutuhkan sehingga paparan dalam jangka panjang dapat mengganggu kesehatan.

Efek Polusi Cahaya

Cahaya adalah bentuk energi. Saat pencahayaan dilakukan tidak pada tempatnya, berlebih, dan mengganggu, jelas itu merupakan sebuah pemborosan. Setiap makhluk hidup di Bumi memiliki ritme dimana aktivitas di dalam hidupnya terjadi menurut siklus harian, musiman, dan bahkan bulan. Siklus-siklus ini biasanya disinkronkan terhadap cahaya dan selama kurun waktu tiga milyar tahun kehidupan di Bumi menggunakan cahaya alami dari Matahari, Bulan, dan bintang-bintang sebagai indikator aktivitas biologisnya. Sebagai contoh tumbuhan dan hewan bergantung pada siklus harian ritme terang-gelap Bumi untuk mengatur perilaku yang menopang kehidupannya seperti makan, tidur, reproduksi dan perlindungan dari pemangsa. Cahaya buatan yang berlebih dan tidak tepat penggunaannya memiliki potensi menggangu ritme tersebut.

Kehidupan Hewan serta Keseimbangan Ekosistem

Manusia, burung, dan anjing laut semuanya diketahui bernavigasi oleh bintang-bintang. Hewan nokturnal menjadi terganggu dengan adanya pencahayaan buatan yang digunakan tidak tepat. Malam yang gelap dapat membantu hewan ini untuk bersembunyi saat mengintai buruannya, akan tetapi lampu yang terang dapat membuat hewan kesulitan untuk menemukan daerah persembunyian. Burung-burung yang sedang bermigrasi akan dengan mudahnya menabrak bangunan tinggi dan tower yang terang akibat kebingungan karena begitu banyak sumber cahaya terang.

Kumbang kotoran menggunakan pita cahaya Bima Sakti sebagai referensi. Ia akan berjalan dalam garis lurus dan bentangan cahaya Bima Sakti menjaganya kembali ke titik awal, menjauhkan resiko berbalik ke arah tumpukan kotoran di mana kumbang lain hampir pasti akan mencoba mencuri bola berharganya. Penyu yang baru menetas atau tukik pun akan terganggu dengan cahaya lampu di sekitar pantai karena salah menilai cahaya lampu sebagai cahaya bulan purnama yang digunakan sebagai panduan tukik menuju ke laut lepas.

Dengan bebagai kejadian ini, akhirnya ekosistem akan terganggu yang mengakibatkan populasi hewan liar menurun. Sekarang pun kita sudah kesulitan menemukan kunang-kunang di halaman rumah.

Pemborosan Energi

Instalasi lampu yang buruk dapat mengakibatkan polusi cahaya, yaitu cahaya berlebih yang tidak bermanfaat. Di perkotaan banyak lampu yang cahayanya mengarah ke atas sehingga mengakibatkan sky glow. Cahaya yang mengarah ke langit seperti ini dapat berdampak pada penggunaan energi berlebih karena tidak seharusnya menerangi tempat yang tidak dibutuhkan. Pencahayaan yang baik dapat diatur dengan penggunaan jenis lampu hemat energi, seperti LED dan CFL. Selain itu ditambahkan pula tudung lampu untuk mengarahkan cahaya pada tempat yang seharusnya. Pemasangan lampu luar ruangan yang direkomendasikan ini dapat mengurangi penggunaan energi sebesar 60 – 70 %.

Kesehatan

Malam hari merupakan waktu yang digunakan oleh manusia untuk beristirahat dari aktivitas keseharian. Sebagian manusia masih beraktivitas di waktu malam, sehingga dapat terpapar cahaya lampu yang dapat memengaruhi waktu sirkadian. Dalam kesehariannya, manusia mengikuti waktu sirkadian yang secara alami mengatur proses biologis dalam siklus 24 jam. Jika ritme sirkadian ini terganggu, maka akan terganggu juga kesehatan manusia.

Cahaya lampu berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, diantaranya peningkatan resiko obesitas, depresi, gangguan tidur, diabetes, kanker payudara, dll. Terpaparnya tubuh manusia oleh cahaya lampu di malam hari dapat menggaggu produksi hormon melatonin. Hormon ini berfungsi untuk menjaga kesehatan manusia karena bersifat sebagai antioksidan, meningkatkan sistem kekebatan tubuh, menurunkan kadar kolesterol, dan membantu kinerja tiroid, pankreas, ovarium, testis dan kelenjar adrenal. Jika produksi hormon melatonin terganggu, maka terganggu pula kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengaturan terhadap waktu beraktivitas agar produksi hormon melatonin tetap terjaga.

Masalah ternyata tidak berhenti sampai di sini. Kualitas lampu juga dapat memengaruhi kesehatan manusia. Setiap lampu tentunya memiliki temperatur yang berbeda atau dalam istilah lain disebut sebagai spektrum. Lampu yang banyak memancarkan panjang gelombang biru dapat menggangu kesehatan karena panjang gelombang biru merupakan panjang gelombang dengan energi tinggi. Terlebih lagi, banyak lampu yang digunakan memiliki panjang gelombang biru, yakni LED. Meskipun LED adalah lampu hemat energi tetapi penggunaanya tetap harus dibatasi karena dapat memengaruhi kesehatan manusia.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Polusi cahaya merupakan jenis polusi yang sudah cukup baik dipahami keberadaan serta dampaknya kepada lingkungan dan tubuh manusia. Lalu bagaimana kita menanggulangi polusi cahaya? Kita memang tidak dapat menghilangkan sepenuhnya peran pencahayaan buatan dari kehidupan kita, yang dapat kita lakukan adalah mengubah sudut pandang kita terhadap penggunaan pencahayaan dan beralih kepada menggunakan cahaya dengan lebih bijak. Tidak seperti polusi yang lain, polusi cahaya merupakan jenis polusi yang sangat mudah untuk ditanggulangi.

Gambar 4. Strategi pencahayaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi polusi cahaya.
Gambar 4. Strategi pencahayaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi polusi cahaya.

Sebagai awal, tanamkanlah pemikiran bahwa kita hanya memerlukan pencahayaan di tempat dan di waktu yang diperlukan. Saat siang hari, manfaatkan pencahayaan Matahari semaksimal mungkin. Ini akan mengurangi beban energi (dan uang) yang sebetulnya tidak diperlukan.

Dengan menerapkan 5 tahapan “T” pada pencahayaan yaitu Tudungi, Tempat, Temperatur, Terang, dan Temporer kita dapat berkontribusi besar terhadap penurunan polusi cahaya. Pastikan lampu yang arah cahayanya tidak lebih dari 30 derajat (dihitung dari arah vertikal). Gunakan sumber cahaya berwarna kuning hangat karena cahaya putih lebih menyilaukan dan gunakan lampu dengan suhu warna 2200 K atau kurang. Hanya gunakan pencahayaan di tempat yang sangat dibutuhkan dan pada waktu yang diperlukan saja.

Ke Atas