Liputan Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi 'Dark Sky Preservation'

Seminar Kamis, 14 Maret 2019

Sekitar satu minggu yang lalu, tepatnya hari Kamis 7 Maret 2019, Observatorium Bosscha menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi Dark Sky Preservation. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 40 orang yang berasal dari berbagai kalangan. Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk membangun pemahaman publik terkait hilal dan deteksi hilal.

Kegiatan tersebut dilaksanakan di salah satu bangunan di kompleks Observatorium Bosscha, yakni di Wisma Kerkhoven. Peserta mendengarkan paparan mengenai Dark Sky Preservation yang dibawakan oleh Direktur Observatorium Bosscha, Ibu Premana W. Premadi, Ph. D. Salah satu kalimat kunci yang melekat di benak peserta adalah bahwa preservasi langit malam yang gelap bukan hanya penting untuk kepentingan penelitian astronomi namun juga untuk kualitas hidup yang lebih baik.

Diskusi pun berlanjut ke bahasan mengenai Filosofi Hilal dan Pentingnya Pengamatan Hilal yang Berkualitas yang disampaikan oleh salah satu Dosen Astronomi ITB, Dr. Moedji Raharto. Dalam sesi tersebut, beliau menyampaikan bahwa cita-cita beliau yang masih terus diperjuangkan adalah mencari suatu sistem kalender hijriah yang bisa digunakan untuk keperluan ibadah dan keperluan lainnya.

Sesi paparan terakhir dibawakan oleh Muhammad Yusuf, S. Si., dengan topik Aspek Teknis dan Tantangan Pengamatan Hilal. Dalam presentasinya, Yusuf menyampaikan bahwa pengamatan hilal tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah. Faktor-faktor seperti rendahnya kontras dan refraksi atmosfer menyebabkan hilal sulit diamati. Untuk menyikapi kondisi ekstrem dalam pengamatan hilal, ia mengatakan perlu penanganan yang ekstrem pula. Persiapan dalam menentukan lokasi, waktu, dan instrumen yang sesuai mutlak diperlukan. Setup instrumen juga harus dilakukan dengan benar untuk menjamin teleskop mengarah ke objek yang diinginkan.

Masih dalam topik yang sama, Yusuf lalu menyebutkan manfaat dari penggunaan teknologi pencitraan, salah satunya dalam menjaga objektivitas dan kredibilitas dalam pengamatan hilal. Selain itu, Yusuf secara pribadi mengutarakan bahwa kriteria ketinggian hilal dan kriteria umur hilal untuk menentukan awal bulan baru sebaiknya ditinjau kembali karena terdapat kasus dimana hilal dapat tetap diamati di ketinggian nol derajat setelah Matahari terbenam dan terdapat kasus pula dimana bulan bisa diamati tepat pada saat konjungsi.

Di sore harinya, kegiatan dilanjutkan dengan dilakukan demonstrasi perakitan teleskop portabel oleh perwakilan asisten dari Observatorium Bosscha. Setelah demonstrasi selesai, peserta lalu diajak ke tempat yang sudah dipasangi teleskop sebelumnya. Cuaca yang berawan di sekitar ufuk Barat menyebabkan kegiatan yang semula dijadwalkan untuk pengamatan hilal berganti menjadi diskusi bebas dalam grup-grup kecil, terkait teknis pengamatan hilal. Peserta kegiatan antusias bertanya mengenai hilal, kondisi, instrumen dan aspek teknis lainnya dalam pengamatan hilal.

Ojan, salah seorang peserta sarasehan yang merupakan perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat mengatakan bahwa kegiatan ini bermanfaat untuk mengedukasi publik mengenai cara pengamatan hilal. Dia mengaku senang mengikuti kegiatan ini, yang dikatakan olehnya merupakan kegiatan terkait astronomi yang pertama baginya. “Seru euy, baru tahu hilal teh kayak gimana. Kemudian cara (mengamati-red)nya ternyata tidak semudah yang dibayangkan,” ujarnya.

  • Repoter: Adzky Mathla Syawly (Mahasiswa Astronomi ITB)
  • Foto: Agus Triono P.J.
3 menit untuk membaca
Bagikan laman ini:
Ke Atas