Mengingat Kembali Sejarah Teleskop Schmidt Bima Sakti

teleskop Selasa, 5 Januari 2016

Di tahun 1947, Egbert A. Kreiken, mantan staf Observatorium Bosscha yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Dikti Indonesia menghadiri General Meeting UNESCO di Meksiko. Di pertemuan tersebut, Observatorium Bosscha mendapat bantuan donasi untuk membuat optik teleskop baru dari UNESCO. Berita tentang bantuan ini sampai ke Observatorium Bosscha tahun 1948 (van Dien, 1995) dan secara resmi disampaikan ke pemerintah Indonesia tahun 1950. Pemerintah Indonesia menyetujui bantuan ini bulan Desember di tahun yang sama (The, 1961; Van Albada, 1951).

Awalnya, teleskop yang akan dibuat adalah jenis Cassegrain berdiameter 36 inchi (f/14) untuk keperluan pengamatan fotometri (The, 1961; Van Albada, 1953). Optik teleskop fotometri ini seyogyanya akan dibuat di Observatorium Yerkes. Namun berdasarkan pengamatan G. Bruno van Albada, direktur Observatorium Bosscha di masa itu, transparansi langit di observatorium bervariasi sepanjang tahun sehingga tidak cocok untuk fotometri. Hal ini kemudian disampaikan oleh Van Albada kepada direktur Observatorium Yerkes, Gerard P. Kuiper1. Sekedar informasi bahwa sebelum pecah perang dunia kedua, Kuiper pernah diminta untuk menjadi direktur Observatorium Bosscha. Kuiper sempat menerima tawaran ini. Namun ketika datang tawaran untuk menjadi direktur Observatorium Yerkes, Kuiper berubah pikiran dan memilih untuk tetap tinggal di Amerika (van Dien, 1995; Osterbrock, 1997).

Usai menerima surat dari Van Albada, Kuiper menawarkan untuk mengganti optik teleskop menjadi jenis Schmidt 50 / 70 cm (f/2,49) yang saat itu sudah tersedia di bengkel teknik Observatorium Yerkes berikut dengan prisma objektif. Harga teleskop baru ini lebih mahal ketimbang teleskop yang direncanakan sebelumnya. Sehingga UNESCO menyetujui perubahan ini dengan syarat bahwa pemerintah Indonesia lah yang akan membiayai pembangunan mounting, gedung dan operasional teleskop.

Dana yang disiapkan pemerintah Indonesia saat itu USD 16.000 sedangkan biaya pembuatan mounting berkisar antara USD 150.000 – 200.000. Van Albada kemudian menghubungi Jan H. Oort2, direktur observatorium Leiden di Belanda untuk meminta solusi. Oort menghubungi Rademakers, perusahaan pembuat alat presisi tinggi di Rotterdam yang menjadi mitra Observatorium Leiden. Kebetulan Rademakers juga menjadi mitra kerja Observatorium Mt. Palomar yang baru saja merampungkan pembangunan the big S, teleskop Schmidt terbesar di dunia waktu itu. Oort pun menghubungi direktur Observatorium Mt. Palomar yang kemudian mengijinkan penggunaan desain cetak biru (blueprint) teleskop ‘the big S’ untuk digunakan di Observatorium Bosscha secara cuma-cuma.

Di tahun 1954, pemerintah Indonesia seharusnya menandatangani kontrak pembuatan mounting teleskop dengan Rademakers. Namun hal ini tertunda hingga Juni 1956 karena dua pejabat Indonesia yang seharusnya menandatangani kontrak sedang berseteru dan tidak bertegur sapa sehingga kontrak ditandatangani secara terpisah. Pembangunan mounting akhirnya dapat dimulai tahun 1957 dan selesai bulan Maret 1958 dengan hanya menelan biaya USD 17.000. Tambahan dana USD 1.000 berasal dari Observatorium Leiden.

Mei 1958, mounting teleskop tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam perjalanan terakhir menuju observatorium, banyak masalah timbul, seperti: kehabisan bensin, derek pengangkat mounting rusak, dan ukuran peti mounting yang besar sehingga tidak dapat masuk ke dalam gedung. Namun seperti biasa, solusi selalu ditemukan (van Dien, 1995). Gedung teleskop Bima Sakti ini terletak di sisi timur Observatorium Bosscha, di koordinat lintang $-6^\circ 49'32,0’’$ dan bujur $107^\circ 36’ 57,6’’$ (Lukac dan Miller, 2000) yang dahulu ditempati teleskop astrofotografi Bamberg yang rusak saat perang dunia kedua (The, 1961).

Teleskop ini diberi nama Bima Sakti oleh van Albada, karena penggunaan utama teleskop ini adalah untuk meneliti galaksi Bima Sakti. Lebih jauh lagi, jika digunakan inisial (penggunaan inisial lumrah dilakukan dalam publikasi jurnal ilmiah ataupun penulisan dalam katalog bintang) BS dapat berarti Bima Sakti, BosschaSterrenwacht atau Bernhard Schmidt. Meski mounting telah terpasang, namun bagian optik teleskop baru tiba di Observatorium Bosscha setahun kemudian. Penyebabnya adalah boikot yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap orang-orang Belanda yang membuat Van Albada menjadi tidak nyaman dan memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan pemerintah Indonesia. Van Albada kembali ke Belanda bulan Juli 1958. Hal ini membuat Gerard Kuiper enggan menyerahkan optik teleskop dengan pertimbangan tidak adanya astronom yang bertanggungjawab di Observatorium Bosscha. Untungnya saat itu murid pertama Van Albada, Pik-Sin The, telah menyelesaikan studi doktoralnya di Amerika. Pik-Sin The kemudian ditunjuk menjadi direktur Observatorium Bosscha tahun 1959 dan optik teleskop tiba di observatorium bulan Desember 1959. Saat pengangkutan dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Lembang, truk berjalan lambat agar cermin tidak terguncang. Perseneling truk tidak pernah melewati gigi dua dengan kecepatan maksimal 30 km/jam. Perjalanan Jakarta-Lembang ditempuh dalam waktu tujuh jam (Haryadi, 2013).

Pemasangan cermin dan lensa korektor dilakukan dalam waktu kurang dari dua bulan oleh Pik-Sin The dan Victor Blanco yang telah berpengalaman dengan teleskop Burrell Schmidt (Blanco, 2001). Mei 1960, optik teleskop terpasang dengan baik dan dilakukan tes pengamatan (first light) dengan objek area langit di sekitar Eta-Carinae (The, 1961). Serah terima dilakukan dari perwakilan UNESCO untuk Indonesia, Dr. Mattson ke pemerintah Indonesia di bulan yang sama.

Kehadiran teleskop Bima Sakti membawa harapan besar untuk dapat lebih mengeksplorasi galaksi Bima Sakti, mengingat kondisi geografis Observatorium Bosscha. Harapan ini tertuang dalam booklet Observatorium Bosscha (van Albada, 1955) dan beberapa artikel di media massa (Larson, 1971; Haryadi, 2013).

Artikel ditulis oleh Evan I. Akbar

Referensi:

  • Blanco, V.M., 2001, Telescopes, Red Stars, and Chilean Skies, Annual Review of Astronomy and Astrophysics, 39, 1
  • Haryadi, R., 2013, Sejuta kunang-kunang mengepung Bosscha, majalah Gatra edisi 24 Juli 2013, hal 39
  • Larson, S.M., 1971, The Bosscha Observatory in Indonesia, Sky and Telescope, 42, 2
  • Lukac, M.R., dan Miller, R.J., 2000, List of active professional observatories, U.S. Naval Observatory, Circular no. 178, hal. 34
  • Osterbrock, D.E., 1997, Yerkes Obseratory, 1892-1950: the birth, near death, and resurrection of a scientific research institution, The University of Chicago Press, Chicago, USA, hal. 170
  • The, P.S., 1961, The new Schmidt-type telescope of the Bosscha Observatory, Contributions from the Bosscha Observatory Lembang, 9
  • Van Albada, G.B., 1951, Report of the Bosscha Observatory for the years 1949-1950, hal. 9
  • Van Albada, G.B., 1953, Report of the Bosscha Observatory for the years1949-1950, hal. 5
  • Van Albada, G.B., 1955, A visit to the Bosscha Observatory of the University of Indonesia, Bosscha Sterrenwacht Fonds, Lembang, hal. 26-30
  • Van Dien, E., 1995, The Bosscha Observatory Schmidt telescope, Astronomical Society of the Pasific Conference Series, 84, 15

  1. G.P. Kuiper is the astronomer who originated the Kuiper belt theory, which is a collection of small objects such as asteroids that are far outside the orbits of planets in the solar system. ↩︎

  2. J.H. Oort adalah astronom pencetus teori awan Oort, yakni kumpulan material sisa pembentukan tata surya yang kini tersebar di tepi tata surya. ↩︎

5 menit untuk membaca
Bagikan laman ini:
Ke Atas